Senin, 12 Mei 2014

Analisis Kasus Korupsi Dana Alkes oleh Sabarudin Sianturi dan Timbul Panjaitan di Medan Sumatera Utara
Hukum Pidana Khusus
Dosen Pengampu. Ari Wibowo. S.H., M. H.




Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia
2014/2015

Disusun Oleh. Lutfy Mubarok ( 12. 410. 562 )


Isue

Korupsi Dana Alkes, Sabarudin Dibui 3 Tahun

MEDAN- Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) Kabupaten Samosir, Sabarudin Sianturi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) divonis selama 3 tahun penjara dan Timbul Panjaitan selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) divonis selama 2 tahun 4 bulan.
Dalam sidang yang digelar di ruang Kartika, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (5/5) sore itu, kedua terdakwa terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor).
Menurut Ketua Majelis Hakim, SB Hutagalung selain hukuman kurungan badan, kedua terdakwa juga didenda masing-masing Rp50 juta dengan subsider 3 bulan kurungan. Namun terdakwa Sabarudin diwajibkan melunasi uang pengganti sebesar Rp20 juta dengan subsider 2 tahun kurungan. “Timbul tidak lagi dibebani dengan uang pengganti karena sudah melunasinya,” jelasnya.
Vonis diberikan Majelis hakim Tipikor Medan, lebih rendah dari tuntutan Jaksa penutut umum (JPU). Sebelumnya, Sabarudin dituntut 4 tahun 6 bulan penjara. Sementara, Timbul Panjaitan dituntut 3 tahun dan 6 bulan penjara. (gus/far).1
Direktur Ditreskrimsus Poldasu, Kombes Pol.Drs.Sadono Budi Nugroho, SH kepada wartawan mengatakan, Sabarudin Sianturi dan dr Timbul Panjaitan ditahan karena membeli alat-alat kesehatan jauh melebihi harga sebenarnya (Mark Up).Dana pengadaan Alkes & KB itu bersumber dari APBD Pemkab Samosir TA 2012. "Sumber dana dari pengadaan Alkes itu berasal dari APBD bukan dari BDB," kata Sadono.2 Kemudian, proyek alkes Tobasa dengan tersangka mantan Kadiskes juga Ka BKKBN, dr Haposan Siahaan selaku PPK dengan kerugian Rp4,9 miliar. Korupsi Samosir dengan tersangka dr Timbul Panjaitan dan Sabarudin Sianturi. Proyek alkes Labusel, 6 tersangka yaitu syahrulan (PPK), JW (Direktur perusahaan), JT (Wadir Irekanan), TN alias AS, SYN dan R, kelimanya warga Labusel, dengan kerugian negara Rp10 miliar.3

Rule
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).4
Jika dianalisis menurut pasal tersebut dengan unsur-unsur
  • Setiap orang
  • Yang secara melawan hokum
  • Melakukan perbuatan memperkaya diri
  • Dapat merugikan keuangan negara
Dapatkah kasus diatas bias dikatakan sebagai tindak pidana korupsi?

Analisis
  1. Setiap orang
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup.5
Dalam pasal 1 angka 3, setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Pasal 1 angka 1, Korporasi adalah kumpulanorang dan atau harta kekayaan yang terorganisir yang merupakan badan hukum maupun tidak badan hukum. Subjek adalah setiap orang yang pegawai negeri maupun bukan pegawai negeri.6
Sabarudin Sianturi dan Timbul Panjaitan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dia adalah makhluk Homo Sapien yaitu sebuah spesies primate yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi dan mereka juga punya jiwa rasa dan perasaan dan Sabarudin Sianturi dan Timbul Panjaitan itu telah bias dikatagorikan dan juga sudah memenuhi unsur orang atau manusia.
  1. Yang secara melawan hokum.
Melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik sebagai “melawan hukum secara khusus” (contohPasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP), sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana sebagai “melawan hukum secara umum” (contoh Pasal 351 KUHP).7
Dalam ajaran hokum pidana dikenal dua kriteria sifat melawan hokum, yaitu sifat melawan hokum formil (formrle wederrechtelick/SMHF) dan sifat melawan hokum materiel (materielle wederrechtelick/SMHM). SMHF mengajarkan bahwa syarat seorang dapat dipidana apabila tindak pidana yang dilakukan itu dinyatakan melwan hokum oleh hokum tertulis. Sedangkan SMHM mengajarkan bahwa sifat melawan hokum itu tidak hanya melawan hokum tertulis saja melainkan hokum tidak tertulis juga yaitu nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.8
Sabarudin Sianturi dan Timbul Panjaitan selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) telah melawan hokum yaitu membeli alat-alat kesehatan jauh melebihi harga sebenarnya (Mark Up).Dana pengadaan Alkes & KB itu bersumber dari APBD Pemkab Samosir TA 2012. "Sumber dana dari pengadaan Alkes itu berasal dari APBD bukan dari BDB," kata Sadono itu sesuai dengan ketentuan pasal 2 angka 1 yaitu menyalah gunakan wewenang yang ada pada dirinya sehingga membeli peralatan tidak dengan harga semestinya.
  1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
Bentuk perbuatan bias berupa apa saja asalkan dilakukan dengan melanggar hokum tertulis dan orang yang diperkaya bias dirinya sendiri, orang lain atau korporasi. Istilah memperkaya berarti pembuktianya secara kualitatif melalui harta kekayaan orang yang diperkaya, apakah terjadi pertambahan yang wajar atau tidak, kalau pelakunya itu adalah penylenggara Negara maka dapat dilihat dari laporan harta kekayaan penylenggara Negara (LHPKN).9 Kalau ingin membuktikan harta kekayaan maka harus melalui LHPKN tersebut, anamun penulis tidak menemukan sumber yang bias menyatakan bahwa telah dinyatakan sudah ada audit dari LHPKN ataupun PPATK mengenai harta dari kedua tersangka.

  1. Dapat merugikan keuangan Negara
Menurut Prof. Komariah, UU No. 31/1999 menganut konsep kerugian negara dalam arti delik formil. Unsur dapat merugikan keuangan negara' seharusnya diartikan merugikan negara dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.
   
Jadi, ada atau tidaknya kerugian negara secara riil menjadi tidak penting, tukasnya.

Masih menurut Prof Komariah, konsep kerugian negara dalam arti delik formil sebenarnya sudah dikenal dalam UU Korupsi yang lama, yaitu UU No. 3/1971.

Sementara dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 31/1999, konsep delik formil dapat disimpulkan dari kata dapat' dalam rumusan .dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara'. Hal tersebut kemudian dipertegas oleh penjelasan pasal tersebut yang menyatakan kata dapat sebelum frasa merugikan keuangan atau perekonomian negara menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.10 Istilah dapat menunjukan bahwa Pasal 2 ayat (1) ini merupakan delik formil. Artinya tidak harus telah terjadi kerugian Negara atau perekonomian Negara. Sehingga kerugian disini adalah sebagai kemungkinan atau potensial loss.11 ini senada dengan apa yang dikatakan Prof. Komariah tadi, maka penulis sepakat kalau unsur ini adalah delik formil dan tidak harus telah terjadi kerugian yang didapat Negara. Anamun dalam kasus diatas sudah jelas kerugian Negara yang didapat adalah senilai Rp10 miliar.

Kesimpulan
Dalam kasus diatas sudah jelas jika melihat unsur-unsur bahwa itu adalah suatu tindak pidana korupsi dan sudah memenui unsur-unsur dalam pasal 2 ayat (1) dan dapat dijatuhi hukuman sesuai apa yang dituliskan dalam pasal tersebut.
Saran
Seharusnya semua kasus korupsi itu lebih baik di bikin mekanisme pembuktian terbalik, jadi semua orang yang disangka sebagai koruptor langsung untuk membuktikan terbalik, maksutnya harus bias membuktikan apakah harta yang ia miliki itu apakah dari yang ia dapatkan secara baik, baik disini dalam arti yang tidak melawan undang-undang.

Terima kasih



Daftar Pustaka
  1. Slide Hukum Pidana Khusus, Ari Wibowo, Analisis Yuridis Delik Korupsi Pokok, slide ke
4 www.kpk.go.id
6 Slide Hukum Pidana Khusus, Ari Wibowo, Analisis Yuridis Delik Korupsi Pokok, slide ke 3
7 Andi Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, hal. 168
8 Ibid. slide ke 4
9 Ibid slide ke 7
11 Ibid slide ke 8